Senin, 31 Oktober 2011
Minggu, 02 Oktober 2011
Enuresis
2.1.
Definisi
Enuresis
berasal dari bahasa Yunani en-,
yang berarti “di dalam” dan ouron,
yang berarti “urine”. Enuresis adalah kegagalan untuk mengontrol BAK setelah
seseorang mencapai usia “normal untuk mampu melakukan kontrol.”
Enuresis dapat terjadi selama tidur malam saja, selama anak
terjaga, atau keduanya. Enuresis saat tidur malam saja adalah tipe yang paling
umum, dan enuresis yang muncul saat tidur disebut mengompol. Melakukan kontrol
kemih pada malam hari lebih sulit dari pada melakukannya pada siang hari. Bila
tidur malam hari, anak- anak harus belajar untuk bangun bila mereka merasa ada
tekanan dari kemih yang penuh dan kemudian pergi ke kamar mandi atau untuk BAK,
hal ini merupakan suatu kesulitan bagi anak-anak, maka makin besar kemungkinannya ia akan mengompol.
Bagi anak- anak yang sudah bisa melakukan kontrol pada siang hari namun tetap
mengompol pada malam hari dapat
mencerminkan ketidakmatangan dari sistem saraf, namun masih dianggap normal
bila terjadi sebelum usia 5 tahun.
Diagnosis enuresis diterapkan pada kasus- kasus
mengompol di tempat tidur atau BAK di pakaian pada siang hari yang dilakukan
berulang kali. Konsepsi tentang usia berapa yang normal untuk mencapai kontrol
dapat berbeda di antara pakar klinis, namun yang banyak disepakati adalah bila
ini terjadi pada anak- anak yang berusia
minimal 5 tahun.
2.2.
Epidemiologi
Enuresis,
seperti halnya gangguan perkembangan lain, lebih sering terjadi pada anak laki-
laki. Enuresis diperkirakan memperngaruhi 7% anak laki- laki dan 3% anak
perempuan usia 5 tahun. Gangguan ini biasanya hilang dengan sendirinya pada
usia remaja atau sebelumnya, walaupun pada 1 kasus masalah ini berlanjut sampai
dewasa (APA, 2000).
Manurut Isle of Wight Study menunjukkan data anak ♂ (usia 7 tahun) mengalami 15,2% enuresis < 1x
dalam 1 minggu, 6,7% mengompol minimal 1x
dalam seminggu atau lebih. Sedangkan anak ♀ (usia 7 tahun) mengalami 12,2% mengompol < 1x dalam 1 minggu, 3,3%
mengompol minimal 1x dalam seminggu atau lebih.
Menurut
informasi yang didapatkan dari Kaplan menyebutkan bahwa enuresis terjadi 80%
pada anak berusia 2 tahun, 49% pada anak berusia 3 tahun, 36% pada anak berusia
4 tahun, dan 7 % apda anak berusia 5 tahun.
Gangguan
mental ditemukan hanya pada kira-kira 20% anak enuresis dan tersering pada ank
perempuan, pada anak dengan gejala siang dan malam hari, dan pada anak yang
gejalanya bertahan sampai usia yang lebih besar.
2.3. Etiologi
Penyebab enuresis
belum diketahui secara pasti. Beberapa penelitian mengemukakan beberapa
faktor yang diduga sebagai penyebab enuresis, seperti keterlambatan
matangnya fungsi susunan saraf pusat (SSP), faktor genetik, gangguan tidur (deep
sleep), kadar ADH (Anti Diuretic Hormone) dalam tubuh yang kurang,
kelainan anatomi (ukuran kandung kemih yang kecil), stres kejiwaan, kondisi
fisik yang terganggu, dan alergi.
Kontrol
kandung kemih yang normal dicapai dengan bertahap dan dipengaruhi oleh
perkembangan neuromuskular dan kognitif, faktor sosioekonomi, dan kemungkinan
faktor genetik. Kesulitan dapat salah satu atau beberapa bidang tersebut dapat memperlambat
kontinensia urine.
Kandung
kemih pada anak usia sekolah normalnya mampu menahan 300-350 ml cairan / urin
semalam selama tidur. Kapasitas fungsional kandung kemih yang kecil,
menyebabkan kandung kemih tidak dapat menampung sejumlah urin yang diproduksi
malam hari.
Sebuah
penelitian menunjukkan bahwa enuresis tipe primer dapat terjadi karena
faktor keturunan. Penelitian lain yang dilakukan pada 11 keluarga penderita enuresis,
telah berhasil mengidentifikasi gen yang diduga dapat menyebabkan enuresis.
Menurut
sleep theory, berawal dari laporan orang tua, anak yang mengalami enuresis
biasanya tidur mendengkur dan sulit untuk dibangunkan atau mengalami deep
sleep. Namun, penelitian selanjutnya dengan menggunakan
elektroensefalografi menyatakan bahwa tidur yang dalam tidak menyebabkan enuresis.
Penelitian urodinamik yang menyatakan bahwa anak yang mengalami enuresis
tipe nocturnal sering menunjukkan ketidakmampuan dalam mencegah
kontraksi kandung kemih dan mempunyai kapasitas fungsional kandung kemih yang
lebih kecil daripada anak yang tidak mengalami enuresis.
Stressor
psikososial tampaknya mencetuskan beberapa kasus enuresis. Pada anak kecil,
gangguan terutama berhubungan dengan kelahiran adik, perawatan di rumah sakit
antara usia 2 dan 4 tahun, mulai sekolah, kehancuran keluarga karena perceraian
atau kematian dan pindah ke rumah baru.
2.4. Jenis
Enuresis
Pembagian
enuresis yang biasa terjadi pada anak-anak adalah sebagai berikut :
·
Enuresis primer:
Anak yang tidak pernah kontinensia
selama > 1 tahun.
·
Enuresis sekunder:
Anak yang mencapai kontinensia selama
> 1 thn atau lebih lama lagi & kemudian hilang.
·
Nocturnal
Episode terjadinya hanya pada malam
hari.
·
Diurnal:
Episode terjadinya pada siang hari.
Kebanyakan anak-anak hanya
mengalami enuresis nocturnal. Tapi ada juga yang enuresis diurnal atau kombinasi
keduanya.
2.5. Gambaran klinis dan kriteria diagnosis
Enuresis
adalah pengeluaran urin berulang kali kedalam pakaian pasien atau tempat tidur,
miksi mungkin tidak disadari atau tidak disengaja.
Kriteria diagnosis dari Enuresis sesuai DSM- IV :
- Anak berulang kali mengompol di tempat tidur atau pakaian (baik disengaja maupun tidak).
- Usia kronologis anak minimal 6 tahun (atau anak berada pada tingkat perkembangan yang setara).
- Perilaku tersebut muncul setidaknya dua kali seminggu selama 3 bulan, atau menyebabkan hendaya yang signifikan dalam fungsi atau distres.
- Gangguan ini tidak memiliki dasar organik.
Kriteria diagnosis enuresis non organic menurut ICD-10 :
- Usia kronologis dan usia mental anak minimal 5 tahun.
- BAK yang involunter atau yang disengaja di atas tempat tidur atau pakaian terjadi min. 2x/bulan pada anak2 yang usianya < 7 tahun, dan min. 1x/bulan pada anak2 yang usianya ≥ 7 tahun.
- Enuresis bukan merupakan akibat dari suatu serangan epilepsi atau inkontinensia neurologis dan bukan suatu akibat langsung dari abnormalitas struktur traktus urinarius atau kondisi medis nonpsikiatrik lainnya.
- Tidak terdapat bukti dari gangguan psikiatri lainnya yang memenuhi kriteria untuk kategori ICD10 lainnya.
- Durasi untuk gangguan ini minimal 3 bulan.
2.6.
Diagnosis Banding
Penyebab
organic yang mungkin dari enuresis harus disingkirkan. Ciri organic paling sering
ditemukan pada anak-anak dengan enuresis nocturnal maupun diurnal yang
dikombinasikan dengan frekuensi dan urgensi urine. Ciri organic adalah :
·
Patologi genitor urinarius, baik dalam
structural, neurologis, dan infeksi, seperti uropati obstruktif, spinabifida
okulta, dan sistitis.
·
Gangguan organic lain yang dapat
menyebabkan poliuria dan enuresis seperti diabetes mellitus dan diabetes
insipidus.
·
Ganguan kesadaran dan tidur seperti
kejang, intoksikasi, dan gangguan tidur jalan.
·
Efek samping terapi dengan anti psikotik
contohnya thioricazine.
·
Enuresis yang disengaja, berkaitan
dengan masalah psikologis.
·
Komorbid dengan ADHD.
2.7.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan
penunjang penting untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis
banding adalah :
·
Urinalisis, dilakukan setiap evaluasi.
·
Rontgen dengan kontras untuk mendeteksi
kelainan anatomi atau fisiologis, perlu pertimbangan karena pemeriksaan ini
invasive. Ditemukan 3,7% insidens lesi obstruktif.
2.8. Penatalaksanaan
·
Toilet treaning
Latihan toilet yang
tepat dengan dorongan dari orang tua harus diusahakan, terutama pada enuresis
dimana gangguan tidak didahului oleh periode kontinensia urin. Jika latihan toilet belum pernah dicoba, orang tua dan
pasien harus dibantu dalam melakukannya. Catatan dapat menolong dalam keadaan
dasar dan mengikuti perkembangan anak serta catatan pribadi untuk anak dapat
membant. Misalnya dengan memberikan kartu bintang. Teknik lain yang digunakan
untuk latihan toilet ini adalah dengan membatasi asupan cairan sebelum tidur
dan latihan pergi ketoilet di malam hari.
·
Terapi perilaku.
Pembiasaan klasik
dengan perangkat bel (buzzier) dan pelapis biasanya merupakan terapi yang
paling efektif untuk enuresis. Remisi dapat dihasilkan lebih dari 50% kasus.
Terapi ini sama efektifnya pada anak dengan atau tanpa gangguan mental
penyerta, dan tidak terdapat bukti substitusi gejala. Kesulitan dapat berupa
ketidak patuhan anak dan keluaraga, pemakain perangkat yang tidak tepat, dan
relaps.
Latihan
menahan atau menunda miksi dengan waktu yang semakin panjang diberikan hadiah,
tapi kadang metode ini kurang efektif.
Metode
lain yang dapat dilakukan adalah dengan memberi anak tanggung jawab untuk membersihkan dan mencuci
alas tidurnya yang terkena ngompolnya, serta cara lain yang membuat anak merasa
bertanggung jawab untuk menghilangkan kebiasaannya ini.
·
Psikoterapi
Berguna
untuk memperbaiki beberapa masalah perilaku yang terkait terutama enuresis
sekunder, biasanya terjadi setelah kehilangan ortu (meninggal atau perceraian).
Selain itu perlu dicari apakah ada penyebab lain yang membuat anak bermasalah
dalam pergaulannya sehari-hari, apabila ada maka perlu untuk mengatasi atau
membantu anak menyelesaikannya, karena ini bisa menjadi faktor pencetus untuk
terjadinya enuresis pada anak.
·
Farmakologi.
Obat jarang digunakan,
terapi dengan obat merupakan usaha
terakhir pada pasien yang tidak dapat disembuhkan yang menyebabkan kesulitan
emosional serius bagi penderitanya.
Imipramin
(Tofranil) bermanfaat dan telah diizinkan dalam mengobati enuresis masa
anak-anak, terutama untuk jangka pendek. 30% pasien enuresis dapat menjadi
sembuh dan 85% pasien akan mengalami enuresis yang lebih ringan dibandingkan
sebelum terapi. Tetapi kesembuhan pada pasien jarang berlangsung lama, jika
obat dihentikan, dapat terjadi relaps dengan frekuensi sama seperti sebelumnya.
Namun perlu berhati-hati dalam pemakaian obat karena memiliki efek
kardiotoksik.
Desmopressin
(DDAVP) suatu senyawa anti diuretic yang tersedia sebagai sprai intranasal,
telah menunjukan keberhasilan awal dalam
mengobati enuresis.
2.9.
Perjalanan Penyakit dan Prognosis
·
Selflimited
disorder.
Enuresis
biasanya berhenti sendir. Anak akhirnya dapat tetap kering tanpa sekuele
psikiatrik. Sebagian besar anak akan merasakan peningkatan harga diri dan
perbaikan keyakinan social jika mereka menjadi kontinen.
·
Prevalensi relatif tinggi antara usia
5-7 tahun, menurun
pada usia yang lebih besar
& hanya beberapa saja yang menetap
sampai dewasa.
Kira-kira
80% anak yang terkena tidak pernah mencapai periode kontinen selama setahun
perjalanan penyakit. Apabila enuresis masih terjadi pada usia lebih dari 8
tahun maka penyebab organic harus dicari. Relaps dapat terjadi pada penderita
enuresis yang sembuh secara spontan dan pada mereka yang sedang diobati.
Menurut
DSM IV :
·
Angka remisi 5-10% per tahun setelah
usia 5 tahun.
·
Usia puncak untuk enuresis sekunder
antara usia 5-8 tahun
Langganan:
Postingan (Atom)