BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Juling (strabismus) adalah suatu nama yang diberikan
untuk ketidaksejajaran mata yang biasanya persisten atau regular. Penderita
strabismus tidak hanya terlihat penampilannya yang jelek, gangguan visual yang
berhubungan dengan juling kadang-kadang menjadi beban yang sangat besar. Juling
tidak hanya suatu cacat, tapi sering suatu gangguan visual yang berat.(1,2)
Esotropia merupakan juling ke dalam atau strabismus
konvergen manifes dimana sumbu penglihatan mengarah ke arah nasal. Esotropia
akuisita dapat terjadi pada usia 1-8 tahun dan tidak selalu respons dengan
penggunaan kacamata jauh. Esotropia akuisita biasanya muncul usia 2-5 tahun dan
sering dihubungkan dengan penyakit penyebabnya.(3,4)
Esotropia akuisita terjadi 10,4% Dari seluruh
esotropia di dunia. Adanya kelainan organik sering menimbulkan strabismus.
Hasil penelitian akhir-akhir ini menyatakan 11,52% pasien dengan strabismus ada
kelainan di segmen posterior matanya. Diagnosis yang banyak adalah Toxoplasma khorioretinitis, morning glory anomaly, Toxocara retinopati, retinopati
premature, dan Coats disease.(4)
Esotropia diterapi dengan non bedah dan bedah.
Pengobatan non bedah hanya untuk memperbaiki kelainan refraksi dan mengatasi
ambliopianya. Pembedahan dilakukan apabila dengan pengobatan non bedah
ambliopia masih tersisa deviasi yang cukup besar.(5)
- Batasan Masalah
Permasalahan dalam referat ini dibatasi pada definisi, epidemiologi, etiologi, gejala
klinis, klasifikasi, diagnosis,
diagnosis banding dan penatalaksanaan esotropia.
- Tujuan Penulisan
Penulisan referat ini bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman tentang esotropia.
D. Metode Penulisan
Metode
yang di pakai adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk kepada beberapa
literatur berupa buku teks, jurnal, dan makalah ilmiah.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Definisi
Strabismus atau juling merupakan keadaan tidak
sejajarnya kedudukan kedua bola mata karena tidak normal penglihatan binokuler
atau anomali kontrol neuromuskuler gerakan okuler. Strabismus dapat horizontal,
vertikal, torsional, atau kombinasi Dari ketiganya.(1,2,5)
Esotropia adalah suatu penyimpangan sumbu
penglihatan yang nyata dimana salah satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi
sedangkan sumbu penglihatan lainnya menyimpang pada bidang horizontal ke arah
medial.(2,5)
Esotropia adalah jenis strabismus yang paling sering
ditemukan. Strabismus ini dibagi menjadi dua tipe : paretik (akibat paresis
atau paralysis satu atau lebih otot ekstraokular) dan nonparetik (komitan).
Esotropia nonparetik adalah tipe tersering pada bayi dan anak. Tipe ini dapat
akomodatif, nonakomodatif, atau akomodatif parsial. Strabismus paretik jarang
dijumpai pada anak tetapi merupakan penyebab tersering kasus baru strabismus
pada orang dewasa. Esotropia akuisita pada orang dewasa umumnya paretik yang
disebabkan oleh kelemahan otot rektus lateral akibat cedera saraf kranial
keenam.(4)
B.
Epidemiologi
Esotropia akuisita dapat terjadi pada usia 1-8 tahun
dan tidak selalu respons dengan penggunaan kacamata jauh. Esotropia akuisita
biasanya muncul usia 2-5 tahun dan sering dihubungkan dengan penyakit
penyebabnya.(3,4)
Esotropia akuisita terjadi 10,4% Dari seluruh
esotropia di dunia. Adanya kelainan organik sering menimbulkan strabismus.
Hasil penelitian akhir-akhir ini menyatakan 11,52% pasien dengan strabismus ada
kelainan di segmen posterior matanya. Diagnosis yang banyak adalah Toxoplasma khorioretinitis, morning glory anomaly, Toxocara retinopati, retinopati
premature, dan Coats disease.(4)
C.
Etiologi
Penyebab Esotropia adalah(3,6)
:
·
Faktor refleks dekat, akomodatif esotropia
·
Hipertoni rektus medius konginetal
·
Hipotoni rektus lateralis akuisita
·
Penurunan fungsi penglihatan satu mata pada bayi dan
anak
D. Gejala Klinis
a.
Gejala
Subjektif : mata juling ke dalam, bisa satu mata, bisa dua mata bergantian(6)
b.
Gejala
objektif : posisi bola mata menyimpang ke arah nasal(6)
Gambar 1.
Gambar Esotropia4
E. Klasifikasi
Esotropia nonakomodatif
a.
Esotropia infantilis (kongenital)
"Bawaan"
berarti dari lahir
dan, menggunakan definisi
yang ketat, sebagian besar bayi dilahirkan dengan mata yang
tidak selaras saat
lahir. Hanya 23% bayi dilahirkan dengan
mata lurus. Pada
kebanyakan kasus, satu mata atau yang lain benar-benar berubah
ke luar selama periode
neonatal. Dalam tiga bulan
pertama mata secara
bertahap datang ke penyelarasan konsisten lebih
sebagai koordinasi dari dua mata bersama sebagai sebuah tim berkembang.
Hal
ini umum bagi
bayi untuk tampil
seolah-olah mereka telah esotropia, atau berbelok
ke dalam mata, karena
jembatan hidung belum
sepenuhnya dikembangkan. Ini
penampilan palsu atau
simulasi dari balik
batin dikenal sebagai
epicanthus. Selama bayi tumbuh, dan
jembatan menyempit sehingga sclera terlihat di sisi dalam, mata akan tampak
lebih normal.(4,7)
Esotropia
bawaan yang benar adalah berbalik ke dalam dengan jumlah yang besar,
dan terjadi pada
anak-anak dengan jumlah sedikit,
tetapi bayi tidak
akan tumbuh dari
giliran ini. Esotropia
kongenital biasanya muncul antara usia 2 dan 4 bulan(4,7)
Hampir separuh dari semua kasus esotropia termasuk dalam kelompok ini. Pada
sebagian besar kasus, penyebabnya tidak jelas. Deviasi konvergen telah
bermanifestasi pada usia 6 bulan. Deviasinya bersifat comitant, yakni sudut
deviasi kira-kira sama dalam semua arahpandangan dan biasanya tidak dipengaruhi
akomodasi. Dengan demikian, penyebab
tidak berkaitan dengan kesalahan refraksi atau bergantung pada paresis otot
ekstraokular. Sebagian besar kasus mungkin disebabkan oleh gangguan kontrol
persarafan, yang mengenai jalur supranukleus untuk konvergensi dan divergensi
serta hubungan sarafnya ke fasikulus longitudinal medialis. Sebagian kecil
kasus disebabkan oleh variasi anatomik misalanya anomali insersi otot-otot yang
bekerja horizontal, ligamentum penahan abnormal atau berbagai kelainan fasia
lainya(2).
Juga terdapat banyak bukti bahwa strabismus dapat diturunkan secara
genetis. Esoforia dan esotropia sering diwariskan sebagai sifat dominan
autosom. Saudara kandung mungkin mengalami deviasi mata yang sama. Sering
terdapat unsur akomodatif pada esotropia comitant, yakni koreksi kesalahan
refraksi hiperopik berkurang tetapi tidak menghilangkan semua deviasi(2).
Deviasi itu sendiri sering besar (≥40o) dan biasanya comitant. Abduksi mungkin terbatas, tetapi
dapat terjadi. Setelah usia 18 bulan, dapat diamati ada deviasi vertikal.
Yakni, kerja berlebihan otot-otot oblikus atau disosiasi deviasi vertikal.
Mungkin dijumpai nistagmus, mansfestasi maupun laten. Kesalahan refraksi yang
paling sering dijumpai adalah hipertropia sedang(2).
Mata yang tampak lurus adalah mata
yang digunakan untuk melakukan fiksasi. Hampir selalu, mata tersebut adalah
mata yang memiliki penglihatan yang lebih baik atau kesalahan refraksi yang
lebih rendah (atau keduanya). Apabila terdapat anisometropia, mungkin juga
terdapat ambliopia. Apabila dalam waktu yang berlaianan mata yang digunakan
untuk fiksasi berbeda-beda, pasien dikatakan memperlihatkan fiksasi berselang
seling spontan; dalam hal ini, penglihatan kedua mata mungkin samaatau hampi sama.
Pada sebagian kasus, preferensi mata ditentukan oleh arah pandangan. Misalnya,
pada esotropia skala besar, terdapat kecenderungan pasien menggunakan mata
kanan sewaktu memandang ke kiri dan mata kiri
untuk memandang ke kanan (fiksasi silang)(2)
Esotropia infantilis diterapi secara bedah. Terapi awal non bedah dapat
diindikasikan untuk memastikan hasil terbaik yang dapat dicapai. Perlu
ditekankan bahwa amblioplia harus diterapi secara penuh sebelum dilakukan
tindakan bedah. Pada kesalahan refraksi
hipertropik 3 D atau lebih harus dicoba penggunaan kacamata untuk
menentukan apakah penurunan akomodasi
menimbulkan efek positif terhadap deviasi. Sebagai alternatif untuk penggunaan
kacamata, dapat digunakan miotika(2).
Tindakan bedah biasanya diindikasikan setelah terapi medis dan terapi
ambliopia dilakukan. Setelah dicapai perbaikan terukur, tindakan bedah harus segera dilakukan karena terdapat
banyak bukti bahwa semakin cepat mata
disejajarkan hasil sensorik yang diperoleh akan lebih baik. Banyak prosedur
yang telah dianjurkan, tetapi 2 yang paling populer, yakni(2):
1.
Pelemahan otot rektus medialis
2.
Reseksi otot rektus medialis dan reseksi otot lateralis mata yang sama
b.
Esotropia nonakomodatif yang didapat
Jenis esotropia ini timbul pada anak, biasanya setelah usia 2 tahun. Hanya
sedikit atau tidak terdapat faktor akomodatif. Sudut strabismus sering lebih
kecil daripada yang terdapat pada esotropia infantilis tetapi dapat meningkat
seiring dengan waktu. Di luar hal itu, temuan klinis sama seperti yang terdapat
pada esotropia konginetal. Terapi adalah tindakan bedah dan mengikuti petunjuk
yang samaseperti untuk esotropia konginetal2.
Esotropia akomodatif
Esotropia akomodatif terjadi apabila
terdapat mekanisme akomodasi fisiologik normal disertai respon konvergensi
berlebihan tetapi divergensi fusional yang relatif inufisiensi untuk menahan
mata tetap lurus. Tetapi dua mekanisme patologik yang bekerja, bersama-sama
atau tersendiri(2) :
1. Hiperopia
yang cukup tinggi, yang memerlukan banyak akomodasi(dan dengan demikian
konvergensi) untuk memperjelas bayangan sehingga timbul esotropia
2. Rasio
KA/A yang tinggi, yang disertai hiperopia ringan samapi sedang
a.
Esotropia akomodatif hiperopia
Esotropia akomodatif akibat
hiperopia biasanya mulai timbul pada usia 2-3 bulan tetapi dapat muncul lebih
dini atau lambat. Sebelum terapi, deviasi bervariasi. Kacamata disertai
refraksi sikloplegik penuh memungkinkan mata sejajar.
b. Esotropia akomodatif akiabat rasio KA/A yang tinggi
Pada esotropia akomodatif akibat
rasio konvergensi akomodatif terhadap akomodasi (rasio KA/A) yang tinggi,
deviasi lebih besar pada penglihatan dekat daripada penglihatan jauh. Kesalahan
refraksinya adalah hiperopia. Terapi adalah kacamata dengan refraksi siklopegik
penuh ditambah bifokal atau miotik untuk menghilangkan deviasi berlebihan pada
penglihatan dekat(2).
Esotropia Akomodasi Parsial
Dapat terjadi suatu mekanisme
campuran , sebagian ketidakseimbangan otot dan sebagian ketidakseimbangan
akomodasi/konvergensi. Walaupun terapi akomodasi menurunkan sudut deviasi, namu
esotropianya sendiri tidak menghilang. Tindakan bedah dilakukan untuk komponen
nonakomodatif deviasi dengan pilihan posedur bedah seperti dijelaskan untuk
esoropia infantilis(2).
Esotropia paretik (Incomitant) Kelumpuhan Abducens
Pada strabismus incomitant, selalu
terdapat satu atau lebih otot ekstraokular yang paretik. Pada kasus esotropia
incomitant, paresis biasanya mengenai satu atau kedua otot rectus lateralis,
biasanya akibat kelumpuhan saraf abducens. Kasus-kasus ini sering dijumpai pada
orang dewasa yang mengidap hipertensi sistemik atau diabetes, tetapi kelumpuhan
saraf abducens kadang-kadangdapat merupakan tanda awal suatu tumor atau
peradangan yang mengenai susunan saraf pusat. Karena itu, tanda-tanda
neurologik terkait sangat penting diperhatikan. Trauma kepala adalah penyebab
lain kelumpuhan abducens yang terjadi(2).
Esotropia incomitan juga dijumpai pada bayi dan anak, tetapi jauh lebih
jarang dibandingkan esotropia comitant. Kasus-kasus ini terjadi akibat cedera
persalinan yang mengenai otot secara langsung, akibat cedera pada saraf, atau
tang lebih jarang, akibat anomali konginetal otot rektus lateralis atau
perlekatan fasianya(2)
Apabila otot rektus lateralis mengalami paralisis total, mata tidak dapat
berabduksi melewati garis tengah. Gambaran khas esotropia lebih besar pada
jarak jauh daripada jarak dekat dan lebih besar pada sisi yang terkena. Paresis
otot rektus lateralis kanan menyebabkan
esotropia yang menjadi lebih besar sewaktu memandang ke kanan dan, apabila
paresisnya ringan sedikit atau tidak terjadi deviasi sewaktu memandang ke kiri(2).
Apabila dalam 6-8 minggu setelah onset paresis tidak terdapat tanda-tanda
perbaikan, dapat diberikan suntikan toksin botulinum tipe A ke dalam otot
rektus medialis antagonis yang mungkin bermanfaat atau bahkan menyembuhkan pada
kasus-kasus ringan. Pada kasus yang lebih parah, penyuntikan akan memperkecil
kemungkinan kontraktur otot antagonis. Apabila tidak timbul perbaikan setelah 6
bulan, perlu dilakukan tindakan bedah. Apabila sedikit atau tidak terdapat
kontraktur otot rektus medialis, diindikasikan tindakan rersesi otot tersebut
disertai reseksi besar otot rektus lateralis yang paresis. Untuk paralisis
abduksi total, insersi otot rektus inferior dan superior dapat diubah ke
insersi otot rektus lateralis, dan otot rektus medialis dapat diresesi atau
dilumpuhkan sementara dengan toksin Bottulinum A. Penggunaan jahitan yang dapat
disesuaikan memungkinkan bedah resesi otot dilakukan secara halus sehingga
diperoleh daerah penglihatan binokular tunggal terluas. Abduksi otot yang
paretik akan selalu terbatas(2).
F.
Diagnosis
v Anamnesis
Pertanyaan yang lengkap dan cermat
tentang riwayat sakit sangat membantu dalam menentukan, diagnosis, prognosis
dan pengobatan strabismus. Dalam hal ini perlu ditanyakan(5) :
- Riwayat keluarga : biasanya strabismus diturunkan secara autosomal dominan.
- Umur pada saat timbulnya strabismus : karena makin awal timbulnya strabismus makin jelek prognosisnya.
- Timbulnya strabismus : mendadak, bertahap, atau berhubungan dengan penyakit sistemik.
- Jenis deviasi : bagaimana pasien menyadari strabismusnya? Bagaimana penglihatan dekatnya? Kapan matanya terasa lelah? Apakah pasien menutup matanya jika terkena sinar matahari? Apakah matanya selalu dalam keadaan lurus setiap saat? Apakah derajat deviasinya tetap setiap saat?
- Fiksasi : apakah selalu berdeviasi satu mata atau bergantian?
v Inspeksi
Dengan
inspeksi sudah dapat ditentukan apakah strabismusnya konstan atau hilang timbul
(intermitten), berganti-ganti (alternan) atau menetap (nonalternan),dan
berubah-ubah (variable) atau tetap (konstan). Harus diperhatikan pula ptosis
terkait dan posisi kepala yang abnormal. Derajat fiksasi masing-masing secara terpisah atau
bersama-sama. Adanya nistagmus menunjukkan bahwa fiksasinya buruk dan tajam
penglihatannya menurun.(5)
v Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan
Tajam
penglihatannya harus diperiksa walaupun secara kasar untuk membandingkan tajam
penglihatan kedua mata. Kedua mata diperiksa sendiri-sendiri, karena dengan uji
binokular tidak akan bisa diketahui kekaburan pada satu mata. Untuk anak-anak
yang masih sangat muda, yang bisa dilakukan kadang-kadang hanya berusaha agar
mata bisa memfiksasi atau mengikuti sasaran (target). Sasaran dibuat sekecil
mungkin disesuaikan dengan usia, perhatian, dan tingkat kecerdasannya. Jika
dengan menutup satu mata anak tersebut melawan, sedang dengan menutup mata yang
lain tidak melawan, maka mata yang penglihatannya jelek adalah yang ditutup tanpa
perlawanan. Pada uji titik (dot test), anak yang diperiksa disuruh menaruhkan
jari-jarinya pada sebuah titik yang ukurannya telah dikalibrasi. Ini adalah uji
kuantitatif paling awal yang dikerjakan secara berkala (dimulai pada umur 2-2 ½ tahun). Pada umur 2 ½ - 3 tahun anak
sudah mampu mengenali dan mengerjakan uji gambar-gambar kecil (kartu Allen).
Umumnya anak umur 3 tahun sudah bisa melakukan permainan “E” (E-game) yaitu
dengan kata snellen konvensional dengan huruf E yang kakinya ke segala arah dan
sianak menunjukkan arah kaki huruf E tersebut
dengan jari telunjuknya.(5)
Tajam
penglihatan dan kemampuan visual bayi lainnya dapat ditentukan dengan metode
melihat apa yang disukai anak (preferential looking method), yang didasarkan
pada kebiasaan bayi yang lebih menyukai melihat lapangan yang telah dipola
(diberi corak) atau melihat lapangan yang seragam.
v Pemeriksaan Kelainan Refraksi
Memeriksa
kelainan refraksi dengan retinoskop memakai sikloplegik adalah sangat penting.
Obat baku yang digunakan agar sikloplegia sempurna adalah atropine. Bisa
diberikan dalam bentuk tetes mata atau salep mata 0,5 % atau 1 % beberapa kali
sehari selama beberapa hari. Pemberian atropine pada anak-anak usia sekolah
sangat tidak disukai karena sikloplegianya berlangsung lama sampai 2 minggu
sehingga mengganggu pelajaran sekolah. Pada semua umur bisa digunakan
homatropin 5 % atau siklopentolat 1 atau 2 % dan hasilnya baik.(5,7)
v Menentukan Besar Sudut Deviasi
A. Uji
Prisma dan Penutupan(5)
v Uji
penutupan (cover test)
v Uji
membuka penutup (uncover test)
v Uji
penutup berselang seling (alternate cover test)
Penutup
ditaruh berselang seling didepan mata yang pertama dan kemudian mata yang lain.
Uji ini memperlihatkan deviasi total (heterotropia dan heteroforia).
v Uji
penutupan plus prisma Untuk
mengukur deviasi secara kuantitatif, diletakkan prisma dengan kekuatan yang
semakin tinggi dengan kekuatan satu atau
kedua mata sampai terjadi netralisasi gerakan mata pada uji penutup
berselang-seling. Misalnya untuk mengukur esodeviasi penuh, penutup
dipindah-pindahkan sementara diletakkan prisma dengan kekuatan base out yang
semakin tinggi didepan salah satu atau kedua mata sampai gerakan re-fiksasi
horizontal dicapai oleh mata yang deviasi.(5)
Gambar 2 : Uji Tutup
B. Uji Objektif
Uji prisma dan uji tutup bersifat
objektif, karena tidak diperlukan laporan –laporan pengamatan sensorik dari pasien. Namun diperlukan
kerjasama dan tajam penglihatan yang utuh. Uji batang Maddox bersifat
subjektif, Karena nilai akhir pelaporan berdasarkan laporan pengamatan sensorik
pasien.
Pada
kasus dimana pasien dalam keadaan bingung atau tidak kooperatif, mungkin tidak
respon terhadap uji ini. Cara-cara penentuan klinis posisi mata yang tidak
memerlukan pengamatan sensorik pasien (uji objektif) jauh kurang akurat,
walaupun kadang-kadang masih bermanfaat.
Terdapat
dua metode yang sering digunakan yang bergantung pada pengamatan posisi reflek
cahaya oleh kornea, yakni (5):
- Metode Hirschberg
Pasien
disuruh melihat sumber cahaya pada jarak 33 cm kemudian lihat pantulan cahaya
pada kedua kornea mata.
1) Bila
letaknya ditengah berarti tidak ada deviasi
2) Bila
letaknya dipinggir pupil maka deviasinya 15 º
3) Bila
letaknya dipertengahan antara pupil dan limbus maka deviasinya 30 º
4) Bila
letaknya dilimbus maka deviasinya 45 º
- Metode Refleksi Prisma (modifikasi uji krimsky)
Penderita
memfiksasi pada cahaya dengan jarak sembarangan. Prisma ditaruh didepan mata
sedang deviasi. Kekuatan prisma yang diperlukan agar refleksi kornea pada mata
yang juling berada ditengah-tengah pupil menunjukkan besarnya sudut deviasi.
Gambar
3: Uji Refleks Prisma Krimsky
v Duksi (rotasi monokular)
Satu
mata ditutup dan mata yang lain mengikuti cahaya yang digerakkan kesegala arah
pandangan, sehingga adanya kelemahan rotasi dapat diketahui. Kelemahan seperti
ini bisa karena paralisis otot atau karena kelainan mekanik anatomik.
v Versi (gerakan Konjugasi Okular)
Uji
untuk Versi dikerjakan dengan mata mengikuti gerakan cahaya pada jarak 33 cm
dalam 9 posisi diagnosis primer – lurus kedepan; sekunder – kekanan, kekiri
keatas dan kebawah; dan tersier – keatas dan kekanan, kebawah dan kekanan,
keatas dan kekiri, dan kebawah dan kekiri. Rotasi satu mata yang nyata dan
relative terhadap mata yang lainnya dinyatakan sebagai kerja-lebih (overreaction)
dan kerja –kurang (underreaction). Konsensus : pada posisi tersier otot-otot
obliq dianggap bekerja-lebih atau bekerja-kurang berkaitan dengan otot-otot
rektus pasangannya. Fiksasi pada lapangan kerja otot paretik menyebabkan
kerja-lebih otot pasangannya, karena diperlukan rangsangan yang lebih besar
untuk berkontraksi. Sebaliknya, fiksasi oleh mata yang normal akan menyebabkan
kerja-kurang pada otot yang paretik.
v Pemeriksaan Sensorik
1) Uji
stereopsis
Digunakan
kaca sasaran Polaroid untuk memilahkan rangsangan. Sasaran yang dipantau secara
monokular hampir-hampir tidak bisa dilihat kedalamannya. Stereogram titik-titik
acak (random stereogram) tidak memiliki petunjuk kedalaman bila dilihat
monocular. Lapangan titik-titik secara acak (A
field of random dots) terlihat oleh mata masing-masing tetapi hubungan
titik ke titik yang sesuai antara 2 sasaran adalah sedemikian rupa sehingga
bila ada stereopsis akan tampak suatu bentuk yang terlihat stereoskopis(5).
2) Uji
supresi
Adanya
supresi bisa ditunjukkan dengan uji 4 titik Worth. Gagang pencoba dengan 4
lensa merah didepan satu mata dan lensa hijau didepan mata yang lain.
Ditunjukkan senter dengan bulatan-bulatan merah, hijau dan putih.
Bulatan-bulatan berwarna ini adalah tanda untuk persepsi mata masing-masing dan
bulatan putih yang bisa dilihat kedua mata dapat menunjukkan adanya diplopia.
Pemilahan bulatan-bulatan dan jaraknya Dari mata, menentukan luasnya retina
yang diperiksa. Daerah fovea dan daerah perifer dapat diperiksa dengan jarak
dekat atau jauh(5).
3) Uji
kelainan Korespondensi retina
Kelainan
korespondensi retina dapat ditentukan dengan dua cara(5) :
1. dengan
menunjukkan bahwa salah satu fovea tidak tegak lurus didepannya
2. dengan
menunjukkan bahwa titik retina perifer pada satu mata dan fovea mata lainnya
mempunyai arah yang bersamaan.
4) Uji
kaca beralur Bagolini
Uji
ini merupakan uji metode yang kedua. Kaca bening dengan alur-alur halus yang
arahnya berbeda tiap-tiap mata ditempatkan didepan mata. Kondisi uji sedapat
mungkin mendekati penglihatan normal. Terlihat sebuah titik sumber cahaya dan
seberkas sinar tegak lurus pada arah alur. Jika unsur retina perifer mata yang
berdeviasi menunjuk berkas cahaya melalui titik sumber cahaya maka berarti ada
kelainan korespondensi retina(5).
G. Diagnosis
Banding
Pseudosetropia
karena epikantus yang lebar(4)
H.
Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatannya adalah
mengembalikan efek sensorik yang hilang karena strabismus (ambliopia, supresi,
dan hilangnya stereopsis), dan mempertahankan mata yang telah membaik dan telah
diluruskan baik secara bedah maupun non bedah. Pada orang dewasa dengan
strabismus akuisita, tujuannya adalah mengurangi deviasi dan memperbaiki
penglihatan binokular tunggal.
v Pengobatan
non-bedah
a.
Terapi oklusi : mata yang sehat ditutup
dan diharuskan melihat dengan mata yang ambliop
b.
Kacamata : perangkat optik terpenting
dalam pengobatan strabismus adalah kacamata yang tepat. Bayangan yang jelas di
retina karena pemakaian kacamata memungkinkan mekanisme fusi bekerja sampai
maksimal. Jika ada hipermetropia tinggi dan esotropia, maka esotropianya
mungkin karena hipermetropia tersebut (esotropia akomodatif refraktif).
c.
Obat farmakologik
1.
Sikloplegik – Sikloplegik melumpuhkan
otot siliar dengan cara menghalangi kerja asetilkolin ditempat hubungan neuromuskular
dan dengan demikian mencegah akomodasi. Sikloplegik yang digunakan adalah tetes
mata atau salep mata atropin biasanya
dengan konsentrasi 0,5% (anak) dan 1% (dewasa).(4)
2.
Miotik – Miotik digunakan untuk
mengurangi konvergensi yang berlebihan pada esotropia dekat, yang dikenal
sebagai rasio konvergensi akomodatif dan akomodasi (rasio KA/A) yang tinggi.
Obat yang biasa digunakan adalah ekotiofat iodine (Phospholine iodide) atau isoflurat (Floropryl), yang keduanya membuat asetikolinesterase pada hubungan
neuromuskular menjadi tidak aktif, dan karenanya meninggikan efek impuls saraf.(5)
3.
Toksin Botulinum – Suntikan toksin
Botulinum A ke dalam otot ekstraokular menyebabkan paralisis otot tersebut yang
kedalaman dan lamanya tergantung dosisnya.
v Pengobatan
Bedah
Memilih
otot yang perlu dikoreksi : tergantung pengukuran deviasi pada berbagai arah
pandangan. Biasanya yang diukur adalah jauh dan dekat pada posisi primer, arah
pandangan sekunder untuk jauh, dan arah pandangan tersier untuk dekat, serta
pandangan lateral ke kedua sisi untuk dekat(4).
Reseksi dan resesi – Cara yang paling sederhana
adalah memperkuat dan memperlemah.
Memperkuat otot dilakukan dengan cara yang disebut reseksi. Otot dilepaskan
dari mata, ditarik sepanjang ukuran tertentu dan kelebihan panjang otot
dipotong dan ujungnya dijahit kembali pada bola mata, biasanya pada insersi
asal. Resesi adalah cara melemahkan otot yang baku. Otot dilepaskan dari bola
mata, dibebaskan dari perlekatan-perlekatan fasial, dan dibiarkan menjadi
retraksi. Kemudian dijahit kembali pada bola mata dibelakang insersi asal pada
jarak yang telah ditentukan.(4)
BAB
III
3.1 Kesimpulan
1.
Esotropia adalah suatu penyimpangan
sumbu penglihatan yang nyata dimana salah satu sumbu penglihatan menuju titik
fiksasi sedangkan sumbu penglihatan lainnya menyimpang pada bidang horizontal
ke arah medial.
2. Penyebab
Esotropia adalah faktor refleks dekat, akomodatif esotropia, hipertoni rektus
medius kongenetal, hipotoni rektus lateralis akuisita, penurunan fungsi
penglihatan satu mata pada bayi dan anak
3.
Gejala klinis esotropia adalah posisi bola
mata menyimpang ke arah nasal.
4.
Diagnosis dapat ditegakan dengan anamnesa, inspeksi,
pemeriksaan ketajaman penglihatan, pemeriksaan kelainan refraksi, mengukur
sudut deviasi.
5.
Diagnosis banding yaitu Pseudosetropia.
6.
Penata laksanaan esotropia yaitu pengobatan non bedah
dan bedah.
DAFTAR
PUSTAKA
- Dharma S, Safwan. Juling dan hubungannya dengan berbagai macam gangguan penglihatan pada anak. Dalam : The 4th Sumatera Ophthalmology Meeting. Padang, 4-7 Januari 2006
- Vaughan D, Asbury T. 1992. Oftalmologi Umum. Jilid 2. Edisi II. Yogyakarta: Widya Medika
- Ilyas S, Mailangkay, Hilaman T dkk. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta : Sangung Seto, 2009.
- Pascotto A. Acquired esotropia. E-Medicine. Internet file : http://www.emedicine.com/OPH/topic 145.htm
5.
Rusdianto. Diagnosis dan manajemen
mikrostrabismus. The 4th Sumatera Ophthalmology Meeting. Padang, 4-7
Januari 2006
6.
Hamidah, Djiwatmo, Indriaswati L. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya:
SMF Ilmu Penyakit Mata RSUD Dr Soetomo, 2006
- American Academy of Ophtalmology, Pediatric Ophtalmology and Strabismus. Section 6. San Fransisco: American Academy of Ophtalmology, 2008.