1.1 Definisi
Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di
daerah anus yang berasal dari pleksus hemoroidalis. Pelebaran dan inflamasi ini
menyebabkan pembengkakan submukosa pada lubang anus. Dalam masyarakat umum
hemoroid lebih dikenal dengan wasir.
Kata hemorrhoid berasal dari kata
haemorrhoides (Yunani) yang berarti aliran darah (haem = darah, rhoos = aliran)
jadi dapat diartikan sebagai darah yang mengalir keluar. Hemoroid dapat
menimbulkan gejala karena banyak hal. Faktor yang memegang peranan kausal ialah
mengedan pada waktu defekasi, konstipasi menahun, kehamilan, dan obesitas
1.2 Anatomi
Rektum panjangnya 15 – 20 cm dan berbentuk huruf S. Mula – mula mengikuti
kecembungan tulang belangkang, fleksura sakralis, kemudian membelok
kebelakang pada ketinggian tulang ekor dan melintas melalui dasar panggul pada fleksura
perinealis. Akhirnya rektum menjadi kanalis analis dan berakhir jadi
anus. Pada sepertiga bagian atas rektum,
terdapat bagian yang dapat cukup banyak meluas yakni ampula rektum bila
ini terisi maka imbullah perasaan ingin buang air besar. Daerah kolumna analis, yang panjangnya kira –
kira 1 cm, di sebut daerah hemoroidal, cabang arteri rectalis
superior turun ke kolumna analis terletak di bawah mukosa dan membentuk dasar
hemorhoid interna
Hemoroid dibedakan antara yang interna dan eksterna. Hemoroid interna adalah pleksus
vena hemoroidalis superior di atas linea dentata/garis mukokutan
dan ditutupi oleh mukosa. Hemoroid interna ini merupakan bantalan vaskuler di
dalam jaringan submukosa pada rektum
sebelah bawah. Sering hemoroid terdapat pada tiga posisi primer,
yaitu kanan depan ( jam 7 ),
kanan belakang (jam 11), dan kiri lateral (jam 3). Hemoroid yang
lebih kecil terdapat di antara
ketiga letak primer tesebut.
Hemoroid eksterna yang merupakan pelebaran dan penonjolan
pleksus hemoroid inferior
terdapat di sebelah distal linea dentata/garis mukokutan di
dalam jaringan di bawah epitel anus.
Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksternus berhubungan
secara longgar danmerupakan awal aliran vena yang kembali bermula dari rektum
sebelah bawah dan anus. Pleksushemoroid interna mengalirkan darah ke vena
hemoroidalis superior dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus hemoroid eksternus
mengalirkan darah ke peredaran sistemik melalui daerah perineum dan lipat paha
ke vena iliaka.
1.3
Faktor
resiko
1.
Anatomik
Vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus
hemoroidalis kurang mendapat sokongan dari otot dan fascia sekitarnya.
2.
Umur
Pada umur tua terjadi
degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, juga otot sfingter menjadi tipis dan
atonis.
3.
Keturunan : dinding pembuluh darah lemah dan
tipis
4.
Pekerjaan
Orang yang harus
berdiri , duduk lama, atau harus mengangkat barang berat mempunyai predisposisi
untuk hemoroid.
5.
Mekanis
Semua keadaan yang
menyebabkan meningkatnya tekanan intra abdomen, misalnya penderita hipertrofi
prostat, konstipasi menahun dan sering mengejan pada waktu defekasi.
6.
Endokrin : pada wanita hamil ada dilatasi vena
ekstremitas dan anus oleh karena ada sekresi hormone relaksin.
7.
Fisiologi : bendungan pada peredaran darah
portal, misalnya pada penderita sirosis hepatis
1.4
Patogenesis
Kebiasaan mengedan lama
dan berlangsung kronik merupakan salah satu risiko untuk terjadinya hemorrhoid.
Peninggian tekanan saluran anus sewaktu beristirahat akan menurunkan venous
return sehingga vena membesar dan merusak jar. ikat penunjang Kejadian hemorrhoid
diduga berhubungan dengan faktor endokrin dan usia. Hubungan terjadinya
hemorrhoid dengan seringnya seseorang mengalami konstipasi, feses yang keras,
multipara, riwayat hipertensi dan kondisi yang menyebabkan vena-vena dilatasi
hubungannya dengan kejadian hemmorhoid masih belum jelas hubungannya.
Hemorhoid interna yang
merupakan pelebaran cabang-cabang v. rectalis superior (v. hemoroidalis) dan
diliputi oleh mukosa. Cabang vena yang terletak pada colllum analis posisi jam
3,7, dan 11 bila dilihat saat paien dalam posisi litotomi mudah sekali menjadi
varises. Penyebab hemoroid interna diduga kelemahan kongenital dinding vena
karena sering ditemukan pada anggota keluarga yang sama. Vena rectalis superior
merupakan bagian paling bergantung pada sirkulasi portal dan tidak berkatup.
Jadi berat kolom darah vena paling besar pada vena yang terletak pada paruh
atas canalis ani. Disini jaringan ikat longgar submukosa sedikit memberi
penyokong pada dinding vena. Selanjutnya aliran balik darah vena dihambat oleh
kontraksi lapisan otot dinding rectum selama defekasi. Konstipasi kronik yang
dikaitkan dengan mengedan yang lama merupakan faktor predisposisi. Hemoroid kehamilan
sering terjadi akibat penekanan vena rectalis superior oleh uterus gravid.
Hipertensi portal akibat sirosis hati juga dapat menyebabkan hemoroid.
Kemungkinan kanker rectum juga menghambat vena rectalis superior.
Hemoroid eksterna
adalah pelebaran cabang-cabang vena rectalis (hemorroidalis) inferior waktu
vena ini berjalan ke lateral dari pinggir anus. Hemorroid ini diliputi kulit
dan sering dikaitkan dengan hemorrhoid interna yang sudah ada. Keadaan klinik
yang lebih penting adalah ruptura cabang-cabang v. rectalis inferior sebagai
akibat batuk atau mengedan, disertai adanya bekuan darah kecil pada jaringan submukosa
dekat anus. Pembengkakan kecil berwarna biru ini dinamakan hematoma perianal.
Kedua pleksus hemoroid,
internus dan eksternus, saling berhubungan secara longgar dan merupakan awal
dari aliran vena yang kembali bermula dari rectum sebelah bawah dan anus. Pleksus
hemoroid intern mengalirkan darah ke v. hemoroid superior dan selanjutnya ke
vena porta. Pleksus hemoroid eksternus mengalirkan darah ke peredaran sistemik
melalui daerah perineum dan lipat paha ke daerah v. Iliaka
1.5
Klasifikasi
Hemoroid dapat diklasifikasikan
atas hemoroid eksterna dan interna. Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai
akut dan kronik. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir
anus dan sebenarnya merupakan hematoma, walaupun disebut hemoroid trombosis
eksterna akut. Bentuk ini sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung syaraf pada
kulit merupakan reseptor nyeri. Hemoroid eksterna kronik atau skin tag
berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan
penyambung dan sedikit pembuluh darah.
Hemoroid interna diklasifikasikan menjadi 4 derajat yaitu :
1.
Derajat I : Tonjolan masih di lumen rektum,
biasanya keluhan penderita adalah perdaraha.
2.
Derajat II : Tonjolan keluar dari anus waktu
defekasi dan masuk sendiri setelah selesai defekasi.
3.
Derajat III : Tonjolan keluar waktu defekasi,
harus didorong masuk setelah defekasi selesai karena tidak dapat masuk sendiri.
4.
Derajat IV : Tonjolan tidak dapat didorong
masuk/inkarserasi
1.6
Manifestasi Klinis
Pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau “wasir” tanpa ada
hubungannya dengan gejala rektum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang
sekali ada hubungannya dengan hemoroid interna dan hanya timbul pada hemoroid
eksterna yang mengalami trombosis.
Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama dari hemoroid interna
akibat trauma oleh faeces yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar
dan tidak tercampur dengan faeces, dapat hanya berupa garis pada faeces atau
kertas pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air
toilet menjadi merah. Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya
dapat menonjol keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap awal, penonjolan ini
hanya terjadi pada waktu defekasi dan disusul reduksi spontan setelah defekasi.
Pada stadium yang lebih lanjut, hemoroid interna ini perlu didorong kembali
setelah defekasi agar masuk kembali ke dalam anus.
Pada akhirnya hemoroid dapat berlanjut menjadi bentuk yang
mengalami prolaps menetap dan tidak bisa didorong masuk lagi. Keluarnya mukus
dan terdapatnya faeces pada pakaian dalam merupakn ciri hemoroid yang mengalami
prolaps menetap. Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang
dikenal sebagai pruritus anus dan ini disebabkan oleh kelembaban yang terus
menerus dan rangsangan mukus. Nyeri hanya timbul apabila terdapat trombosis
yang luas dengan udem dan radang.
1.7 Pemeriksaan
Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang
keras, yamg membutuhkan tekanan intra abdominal meninggi ( mengejan ), pasien
sering duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri bila terjadi
peradangan. Pemeriksaan umum tidak boleh diabaikan karena keadaan ini dapat
disebabkan oleh penyakit lain seperti sindrom hipertensi portal. Hemoroid
eksterna dapat dilihat dengan inspeksi apalagi bila terjadi trombosis. Bila hemoroid
interna mengalami prolaps, maka tonjolan yang ditutupi epitel penghasil musin
akan dapat dilihat apabila penderita diminta mengejan.
a.
Pemeriksaan Colok Dubur
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal
tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan
biasanya tidak nyeri. Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. Apabila
hemoroid sering prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis
pada perabaan terasa padat dengan dasar yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini
untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rectum.
b.
Pemeriksaan Anoskopi
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak
menonjol keluar. Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita
dalam posisi litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam
mungkin, penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid
interna terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen.
Apabila penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar
dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya,
letak ,besarnya dan keadaan lain dalam anus seperti polip, fissura ani dan
tumor ganas harus diperhatikan.
c. Pemeriksaan
proktosigmoidoskopi
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan
bukan disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat tinggi,
karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai.
Faeces harus diperiksa terhadap adanya darah samar.
1.8 Diagnosis Banding
Perdarahan
rektum merupakan manifestasi utama hemoroid interna yang juga terjadi pada:
1. Karsinoma kolorektum
2. Penyakit divertikel
3. Polip
4. Kolitis ulserosa
Pemeriksaan sigmoidoskopi harus dilakukan. Foto barium kolon dan
kolonoskopi perlu dipilih secara selektif, bergantung pada keluhan dan gejala
penderita. Prolaps rektum juga harus dibedakan dari prolaps mukosa akibat
hemoroid interna.
1.9
Penatalaksanaan
1.9.1
Terapi
non bedah
a. Terapi obat-obatan
(medikamentosa) / diet
Kebanyakan penderita hemoroid derajat pertama dan derajat kedua
dapat ditolong dengan
tindakan lokal sederhana disertai nasehat tentang makan. Makanan
sebaiknya terdiri atas makanan berserat tinggi seperti sayur dan buah-buahan.
Makanan ini membuat gumpalan isi usus besar, namun lunak, sehingga mempermudah
defekasi dan mengurangi keharusan mengejan berlebihan.
Supositoria dan salep anus diketahui tidak mempunyai efek yang
bermakna kecuali efek anestetik dan astringen. Hemoroid interna yang mengalami
prolaps oleh karena udem umumnya dapat dimasukkan kembali secara perlahan
disusul dengan tirah baring dan kompres lokal untuk mengurangi pembengkakan.
Rendam duduk dengan dengan cairan hangat juga dapat meringankan nyeri.
b. Skleroterapi
Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang,
misalnya 5% fenol dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke submukosa dalam
jaringan areolar yang longgar di bawah hemoroid interna dengan tujuan
menimbulkan peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotik dan meninggalkan
parut. Penyuntikan dilakukan di sebelah atas dari garis mukokutan dengan jarum
yang panjang melalui anoskop. Apabila penyuntikan dilakukan pada tempat yang
tepat maka tidak ada nyeri.
Penyulit penyuntikan termasuk infeksi, prostatitis akut jika
masuk dalam prostat, dan reaksi hipersensitivitas terhadap obat yang
disuntikan.Terapi suntikan bahan sklerotik bersama nasehat tentang makanan
merupakan terapi yang efektif untuk hemoroid interna derajat I dan II, tidak
tepat untuk hemoroid yang lebih parah atau prolaps
c. Ligasi dengan
gelang karet
Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat ditangani
dengan ligasi gelang karet menurut Barron. Dengan bantuan anoskop, mukosa di
atas hemoroid yang menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap ke tabung ligator
khusus. Gelang karet didorong dari ligator dan ditempatkan secara rapat di
sekeliling mukosa pleksus hemoroidalis tersebut. Pada satu kali terapi hanya
diikat satu kompleks hemoroid, sedangkan ligasi berikutnya dilakukan dalam
jarak waktu 2 – 4 minggu.
Penyulit utama dari ligasi ini adalah timbulnya nyeri karena
terkenanya garis mukokutan. Untuk menghindari ini maka gelang tersebut
ditempatkan cukup jauh dari garis mukokutan. Nyeri yang hebat dapat pula
disebabkan infeksi. Perdarahan dapat terjadi waktu hemoroid mengalami nekrosis,
biasanya setelah 7 – 10 hari.
d. Krioterapi / bedah beku
Hemoroid dapat pula dibekukan dengan suhu yang rendah sekali.
Jika digunakan dengan cermat, dan hanya diberikan ke bagian atas hemoroid pada
sambungan anus rektum, maka krioterapi mencapai hasil yang serupa dengan yang
terlihat pada ligasi dengan gelang karet dan tidak ada nyeri. Dingin diinduksi
melalui sonde dari mesin kecil yang dirancang bagi proses ini. Tindakan ini
cepat dan mudah dilakukan dalam tempat praktek atau klinik. Terapi ini tidak dipakai
secara luas karena mukosa yang nekrotik sukar ditentukan luasnya. Krioterapi
ini lebih cocok untuk terapi paliatif pada karsinoma rektum yang ireponibel.
e. Hemorroidal Arteri
Ligation ( HAL )
Pada terapi ini, arteri hemoroidalis diikat sehingga jaringan
hemoroid tidak mendapat aliran darah yang pada akhirnya mengakibatkan jaringan
hemoroid mengempis dan akhirnya nekrosis.
f. Infra Red
Coagulation ( IRC ) / Koagulasi Infra Merah
Dengan sinar infra merah yang dihasilkan oleh alat yang dinamakanphotocuagulation, tonjolan hemoroid dikauter sehingga terjadi
nekrosis pada jaringan dan akhirnya fibrosis. Cara ini baik digunakan pada
hemoroid yang sedang mengalami perdarahan.
g. Generator galvanis
Jaringan hemoroid dirusak dengan arus listrik searah yang
berasal dari baterai kimia. Cara ini paling efektif digunakan pada hemoroid
interna.
h. Bipolar
Coagulation / Diatermi bipolar
Prinsipnya tetap sama dengan terapi hemoroid lain di atas yaitu
menimbulkan nekrosis jaringan dan akhirnya fibrosis. Namun yang digunakan
sebagai penghancur jaringan yaitu radiasi elektromagnetik berfrekuensi tinggi.
Pada terapi dengan diatermi bipolar, selaput mukosa sekitar hemoroid dipanasi
dengan radiasi elektromagnetik berfrekuensi tinggi sampai akhirnya timbul kerusakan
jaringan. Cara ini efektif untuk hemoroid interna yang mengalami perdarahan.
1.9.2 Terapi bedah
Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan
menahun dan pada penderita hemoroid derajat III dan IV. Terapi bedah juga dapat
dilakukan dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak dapat sembuh dengan
cara terapi lainnya yang lebih sederhana. Penderita hemoroid derajat IV yang
mengalami trombosis dan kesakitan hebat dapat ditolong segera dengan
hemoroidektomi.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam hemoroidektomi adalah
eksisi yang hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi
sehemat mungkin dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal dengan tidak
mengganggu sfingter anus. Eksisi jaringan ini harus digabung dengan rekonstruksi
tunika mukosa karena telah terjadi deformitas kanalis analis akibat
prolapsus mukosa
Ada tiga tindakan bedah yang tersedia saat ini yaitu bedah
konvensional ( menggunakan pisau dan gunting), bedah laser ( sinar laser
sebagai alat pemotong) dan bedah stapler ( menggunakan alat dengan prinsip
kerja stapler).
DAFTAR PUSTAKA
1.
Silvia A.P, Lorraine M.W, Hemoroid, 2005. Dalam: Konsep – konsep Klinis Proses
Penyakit, Edisi VI, Patofisiologi Vol.1. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hal: 467
2.
Anonim, 2004, Hemorhoid, http://www.hemorjoid.net/hemoroid galery.html. Last
update Desember 2009.
3.
Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Hemoroid, 2004 Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2,
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 672 – 675
4.
Mansjur A dkk ( editor ), 1999, Kapita selecta Kedokteran, Jilid II, Edisi III,
FK UI, Jakarta,pemeriksaan penunjang: 321 – 324.
5.
Linchan W.M,1994,Sabiston Buku Ajar Bedah Jilid II,EGC, Jakarta,hal 56 – 59.
6.
Brown, John Stuart, Buku Ajar dan Atlas Bedah Minor, alih Bahasa, Devi H,
Ronardy, Melfiawati, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001.
7.
Schwartz, Seymour I, Principles of Surgery, 2 vol, Ed. 6, New York, Mc
Graw-Hill Publishing Company, 2004.